Sejarah perjuangan kemerdekaan
Indonesia mencatat nama Yos Sudarso sebagai pahlawan nasional dari angkatan
laut yang gugur saat pertempuran di Laut Aru, Maluku, dalam melawan Belanda. Nama
aslinya adalah Yosaphat Soedarso, lahir di Salatiga, Jawa Tengah, pada 24
November 1925. Sejak kecil ia telah memiliki cita-cita menjadi seorang
prajurit.
Yos Sudarso gugur saat usianya
36 tahun, pada 15 Januari 1962 di atas Kapal Perang Republik Indonesia (KRI)
Macan Tutul dalam peristiwa Pertempuran Laut Aru setelah ditembak oleh kapal
patroli Hr. Ms. Eversten milik armada Belanda pada masa kampanye Trikora (Tri
Komando Rakyat).
Saat itu, Yos Sudarso tengah
menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Indonesia atau orang nomor
dua di Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI), kala itu. Sebagai perwira
tinggi, Yos Sudarso tidak seharusnya turut terjun langsung di dalam operasi
Laut Aru, namun ia rela mengorbankan dirinya dalam operasi tersebut dan
menyelamatkan dua kapal Republik Indonesia yang lainnya.
Pada 1950, setelah pengakuan
kedaulatan Indonesia secara penuh oleh Belanda usai Konferensi Meja Bundar
(KMB), Yos Sudarso menempuh pendidikan Sekolah Angkatan Laut (SAL) di Surabaya.
Dalam perjalanan karier
selanjutnya, Yos Sudarso sering ambil bagian dalam serangkaian operasi militer
untuk mengatasi berbagai pemberontakan yang terjadi di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Ia pernah memimpin beberapa Kapal Perang Republik
Indonesia (KRI), dari KRI Alu, KRI Gajah Mada, KRI Rajawali, KRI Pattimura,
hingga KRI Macan Tutul. Selain itu, ia pun sempat menjadi hakim pengadilan
militer selama 4 bulan pada 1958.
Operasi Di Laut Aru
Operasi di Laut Aru ini
merupakan misi untuk membebaskan Papua Barat dari Belanda setelah Presiden
Soekarno menyerukan Tri Komando Rakyat (Trikora) pada 19 Desember 1961. Operasi
senyap di perairan Maluku ini terjadi pada 15 Januari 1962, saat itu ada tiga
Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) yang dilibatkan, yakni KRI Macan Tutul,
KRI Macan Kumbang, dan KRI Harimau. Sementara, Yos Sudarso adalah pemimpin KRI
Macan Tutul.
Namun sayangnya, pergerakan
Yos Sudarso dan tiga unit KRI yang beroperasi di Laut Aru itu tercium oleh
armada perang Belanda. Diketahui ada tiga kapal perang berukuran besar dengan
persenjataan yang lebih lengkap di kubu lawan.
Sadar akan kekurangan
perlengkapan tempur, Yos Sudarso pun memerintahkan ketiga kapal Indonesia untuk
putar balik dan mundur untuk sementara. Namun, kapal Belanda mengira tindakan
kapal Indonesia itu merupakan sebuah manuver atau kelicikan untuk menyerang
dengan melepaskan tembakan.
Di tengah upaya penyelamatan
dari kapal Belanda, mesin KRI Macan Tutul mendadak mati. Yos Sudarso pun
berpikir keras, harus ada kapal Indonesia yang selamat. Akhirnya, KRI Macan
Tutul yang dipimpinnya memasang badan untuk menjadi umpan, memberi peluang kepada
dua KRI lainnya untuk menyelamatkan diri.
KRI Macan Tutul harus
berhadapan dengan kapal perang Belanda yang siap menembak. Tembakan pertama
meleset. Namun, di kesempatan kedua, KRI Macan Tutul pun tertembak. KRI Macan
Tutul meledak dan perlahan tenggelam.
Saluran radio sempat menangkap
pesan terakhir yang dilantangkan Yos Sudarso sebelum KRI Macan Tutul
benar-benar tenggelam di dasar laut bersama 24 orang yang gugur. Pesan
terakhirnya yang disampaikan adalah “kobarkan semangat pertempuran”.
Yos Sudarso yang mengorbankan
nyawanya dalam tugas demi kepentingan negara itu ditetapkan sebagai Pahlawan
Nasional. Selain itu, namanya juga diabadikan menjadi nama kapal perang milik
TNI-AL, yaitu KRI Yos Sudarso.
Komentar
Posting Komentar