LITERASI 1 : LEGENDA TOTOK KEROT KEDIRI – “KUTUKAN RAJA UNTUK SANG PUTRI PEMBERONTAK”

 Arca Totok Kerot terletak di Desa Bulusari, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri. Arca ini terbuat dari batu andesit dan menggambarkan seorang raksasa dengan wajah menakutkan. Arca  ini dibuat pada abad ke-10 Masehi. Wajah dan ornamennya menunjukkan representasi dari dewi butå. Arca Totok Kerot mengenakan kalung tengkorak, yang biasanya dipakai oleh para pengagum Durga atau Shiva. Arca Totok Kerot ditemukan setelah penggalian di tengah sawah sekitar satu meter selama masa penjajahan Belanda.

Legenda Arca Totok Kerot terkait dengan Raja Sri Aji Jayabaya, yang terkenal dengan ramalan dan kebijaksanaannya. Arca Totok Kerot dianggap sebagai kutukan yang diberikan oleh Raja Jayabaya kepada putri dari Blitar yang mengancam memberontak sehingga menyebabkan perang antara kerajaan Blitar dan Kediri.

Awal cerita terjadi di sebuah negara bernama Dhahanapura. Dahanapura adalah ibu kota Kerajaan Kediri. Kota ini diselimuti api suci, kota yang aman, tenang dan damai. Dhahanapura menjadi kota idaman para saudagar yang ingin berdagang.

Kota ini memiliki lahan subur bagi para petani dan kota yang indah bagi setiap penduduknya. Dhahanapura juga merupakan situs keraton, kediaman raja mulia Kadiri Sri Mapanji Jayabaya Tustikarana, yang memerintah kerajaan dengan bijaksana.

Di bawah tuntunan raja yang bijaksana, kerajaan Kadir selalu dalam keadaan Gemah Ripa loh Jinawi dan rakyatnya hidup aman, damai dan tenteram. Kerajaan Kediri memiliki tetangga bernama Lodaya di sisi selatan. Lodaya ini dipimpin oleh seorang patih bernama Ki Jengklong Jaya yang memiliki putri bernama Dewi Ngain.

Rupanya Dewi Ngai berhasil ditaklukkan oleh Prabu Jayabaya. Seiring waktu, Dewi Ngain meminta ayahnya untuk mewariskan ilmu dan kesaktian Jaya Kawijayan kepadanya.

Ayahnya menyetujui permintaan ini. Dewi Ngain kemudian menjadi orang yang sangat sakti. Dengan kesaktian tersebut, sang dewi menjadi sombong dan bisa berubah-ubah. Dewi Ngain kemudian berganti nama menjadi Dewi Wadal Werdi dan berencana melamar Raja Kediri yang ada di Pamenang.

Putri Wadal Werdi pergi ke Istana Kadiri dan membuat keributan di wilayah Pamenang Kediri. Berkat kesaktiannya, Wadal Werdi berhasil mengalahkan prajurit Kadiri dan mendekati Keraton Kadiri. Mendekati gerbang istana Kadiri, putri Wadal Werdi kembali dikepung dan diserang oleh prajurit liar yang dipimpin langsung oleh Patih Kadiri.

Wadal Werdi diserang dengan puluhan senjata. Menahan gempuran massa Kadiri, putri Wadal Werdi menahan nafas hingga giginya berbenturan dan terdengar suara kerot-kerot.

Dalam situasi seperti itu datanglah Sri Aji Jayabaya yang marah karena mengetahui ada orang yang telah mengganggu ketentraman rakyatnya. 

Cagar Budaya Kediri "Arca Totok Kerot"


Kemudian Sri Aji Jayabaya mengucapkan kalimat kutukan kepada Wadal Werdi. Wadal Werdi pun langsung menjelma menjadi arca raksasa yang dikenal Totok Kerot.

Legenda ini telah menjadi bagian dari budaya tradisional masyarakat Kediri Jawa Timur. Penduduk desa tersebut masih meyakini bahwa arca Totok Kerot memiliki kekuatan untuk melindungi desa mereka dari segala macam bencana. Bahkan, arca tersebut telah menjadi salah satu simbol kehormatan bagi warga desa tersebut.

Dari legenda ini, kita dapat belajar bahwa kita harus menghormati dan menghargai segala sesuatu yang ada di sekitar kita serta tidak mengusik ketentraman suatu wilayah. Legenda arca Totok Kerot di Kediri Jawa Timur adalah salah satu contoh nyata tentang pentingnya menghormati dan menghargai lingkungan tempat kita hidup.  

Komentar