LITERASI 5 : MENGENANG SEJARAH PERISTIWA G30S/PKI

 

Ada dan berdirinya sebuah negara tentu mempunyai sejarah yang amat panjang, termasuk Indonesia. Setelah merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, perlu perjuangan bangsa Indonesia dalam melakukan kedaulatan secara utuh. Negara Indonesia bahkan harus menghadapi berbagai pergolakan setelah memperoleh kemerdekaan. Salah satunya yaitu adanya peristiwa Gerakan 30 September yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia di tahun 1965. Peristiwa tersebut dikenal dengan G30S/PKI atau Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh).

Apa itu G30S/PKI? Gerakan 30 September 1965/PKI adalah suatu pengkhianatan yang paling besar yang terjadi pada bangsa Indonesia. Peristiwa tersebut terjadi di malam hari, tepatnya pada tanggal 1 Oktober 1965. Tragedi ini melibatkan Pasukan Cakrabirawa (Pasukan Pengawal Istana) dan juga Partai Komunis Indonesia atau PKI. Gerakan ini memiliki tujuan untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Soekarno dan mengubah Indonesia menjadi pemerintahan komunis. G30S/PKI dipimpin langsung oleh Dipa Nusantara Aidit atau D.N. Aidit. Ketua gerakan ini sangat gencar memberikan hasutan kepada seluruh warga Indonesia agar mendukung PKI. Mereka memberikan iming-iming bahwa Indonesia akan lebih maju dan sentosa jika dibawah kekuasaan PKI.

D.N. Aidit sebagai tokoh sentral, menurut pakar sejarah di masa Presiden Soeharto, adalah dalang utama dari Gerakan 30 September 1995/PKI. Dalam melakukan makarnya, gerakan ini dilaksanakan atas satu komando yang dipimpin langsung oleh Komandan Batalyon I Cakrabirawa, yaitu Letnan Kolonel Untung Syamsuri.  Gerakan tersebut dimulai dari Kota Jakarta dan Yogyakarta. Pada awalnya mereka mengincar Perwira Tinggi dan Dewan Jenderal. Awal mula dari gerakan ini hanya bertujuan untuk menculik dan membawa para Jenderal dan Perwira Tinggi TNI ke Lubang Buaya. Akan tetapi, terdapat beberapa prajurit Cakrabirawa yang membunuh Perwira Tinggi dan juga Jenderal di rumahnya sebelum akhirnya dibawa ke Lubang Buaya.

Atas peristiwa G30S/PKI yang menorehkan luka mendalam bagi bangsa Indonesia, masyarakat menuntut Presiden Soekarno membubarkan PKI. Dengan berat hati, akhirnya PKI yang sempat menjadi kekuatan bagi Presiden Soekarno pada aksi Ganyang Malaysia resmi dibubarkan. Kemudian, Presiden Soekarno memberikan mandat pembersihan pada semua struktur pemerintahannya kepada Mayor Jenderal Soeharto melalui yautu Surat Perintah 11 Maret 1966 atau Supersemar.

Berikut ini adalah keenam perwira tinggi TNI Angkatan Darat yang menjadi korban meninggal dunia dalam tragedi G30S/PKI. (1) Jenderal Anumerta Ahmad Yani, (2) Mayjen Anumerta Soeprapto, (3) Mayjen Anumerta M.T. Haryono, (4) Mayjen Anumerta Siswondo Parman, (5) Brigjen Anumerta D.I. Panjaitan, (6) Brigjen Anumerta Sutoyo Siswomiharjo. Sedangkan Panglima TNI yaitu Jenderal A.H. Nasution yang menjadi sasaran utama berhasil kabur dan meloloskan diri. Namun, putri dari Jenderal A.H. Nasution yang bernama Ade Irma Nasution meninggal dunia karena tertembak. Ia tewas bersama ajudan ayahnya yang bernama Lettu Pierre Andreas Tendean yang diculik dan ditembak di Lubang Buaya. Keenam jenderal yang sudah disebutkan di atas dan juga Lettu Pierre Tendean ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi. Sejak diresmikannya UU Nomor 20 tahun 2009, gelar tersebut sudah diakui sebagai Pahlawan Nasional.

Tak hanya itu, beberapa orang lainnya yang menjadi korban dari peristiwa pembunuhan di Jakarta dan Yogyakarta. Berikut adalah daftar nama-namanya: (1) Brigadir Polisi Ketua Karel Satsuit Tubun, (2) Kolonel Katamso Darmokusumo, dan (3) Letnan Kolonel Sugiyono Mangunwiyoto.



Setelah terjadinya tragedi G30S/PKI, Soekarno kemudian memerintahkan Mayjen Soeharto untuk membersihkan semua unsur pemerintahan dari pengaruh PKI. PKI dinyatakan sebagai organisasi terlarang di Indonesia. Ketua dan semua yang terlibat dibelakangnya diburu dan ditangkap. Termasuk juga DN Aidit yang sempat lari dan kabur ke Jawa Tengah. Namun kemudian Ia berhasil ditangkap.Selain itu, anggota organisasi lain yang dianggap sebagai simpatisan dengan PKI juga ditangkap. Antara lain CGMI, Lekra, Pemuda Rakyat, Gerakan Wanita Indonesia/ Gerwani, Barisan Tani Indonesia/BTI, dan lainnya. Berbagai macam kelompok masyarakat juga ikut menghancurkan markas PKI yang berada di berbagai daerah. Mereka juga menyerang berbagai lembaga, kantor, toko, dan juga universitas yang dianggap berkaitan dengan PKI. Di akhir tahun 1965, diperkirakan ada sekitar 500 ribu sampai satu juta anggota serta pendukung PKI yang diduga menjadi korban pembunuhan. Sementara ratusan ribu lainnya diasingkan di dalam kamp konsentrasi.   

Komentar