LITERASI 3 : PANGERAN DIPONEGORO : PEJUANG KEMERDEKAAN DARI TANAH JAWA

Pangeran Diponegoro adalah salah satu pahlawan nasional yang berasal dari Tanah Jawa. Ia pernah menjadi pemimpin dalam pertempuran besar melawan penjajahan Belanda. Pangeran Diponegoro lahir di Yogyakarta pada 11 November 1785. Sewaktu kecil diberi nama Raden Mas Ontowiryo.

Gelar 'Pangeran' disematkan kepadanya sewaktu ayahnya, Sri Sultan Hamengku Buwono III, naik tahta menjadi Raja di Kesultanan Mataram. Sementara nama 'Diponegoro' diberikan sebagai bentuk penghargaan atas jasanya yang telah memimpin Perang Diponegoro atau Perang Jawa.

Diponegoro melakukan perlawan karena tidak setuju Belanda ikut campur dalam urusan kerajaan. Selain itu, petani lokal juga menderita karena penyalahgunaan penyewaan tanah oleh warga Belanda, Inggris, Prancis, dan Jerman.



Kekecewaan Pangeran Diponegoro mulai memuncak ketika Patih Danureja menerima perintah Belanda untuk memasang tonggak rel kereta api di atas makam leluhurnya. Dia pun bertekad melawan belanda dan menyatakan sikap perang

Pada 20 Juli 1825 pihak istana memerintahkan dua bupati keraton untuk menangkap Pangeran Diponegoro sebelum peperangan dimulai. Mengetahui kabar itu, Pangeran Diponegoro bersama istri dan pengikutnya berpindah ke Goa Selarong.

Peperangan pecah di Tegalrejo dan berlangsung selama lima tahun. Diponegoro memimpin masyarakat Jawa, dari kalangan petani hingga golongan priyayi yang menyumbangkan uang dan barang-barang berharga lainnya sebagai dana perang.

Dalam peperangan tersebut ada sekitar 15 hingga 19 pangeran. Bahkan Diponegoro juga berhasil memobilisasi para bandit profesional yang sebelumnya ditakuti oleh penduduk pedesaan, meskipun hal ini menjadi kontroversi.

Pada tahun 1827 Belanda melakukan perlawanan menggunakan sistem benteng sehingga Pasukan Diponegoro terjepit. Satu persatu para pemimpin gugur dalam peperangan tersebut.

Pada akhirnya di tanggal 28 Maret 1830 Jenderal De Kock berhasil menaklukkan pasukan Diponegoro di Magelang. Di waktu itu Pangeran Diponegoro menyatakan bersedia menyerahkan diri dengan syarat sisa anggota laskarnya dilepaskan.

Belanda pun menyetujuinya kemudian menangkap Pangeran Diponegoro dan mengasingkannya ke Manado. Tiga tahun berjalan Pangeran Diponegoro kemudian dipindahkan ke penjara Benteng Fort Rotterdam, Makassar.

Di dalam penjara Pangeran Diponegoro tidak hanya berdiam diri saja untuk menunggu ajalnya. Tetapi dia mulai menyusun dua naskahnya yang berjudul Sejarah Ratu Tanah Jawa, dan Hikayat Tanah Jawa.

Pangeran Diponegoro berada di penjara hingga akhir akhir hayatnya. Saat meninggal Pangeran Diponegoro tidak dipulangkan ke kampungnya, ia dimakamkan di Kota Makassar.

Komentar